28 Des 2010

BUDAYA LOMBOK

Peresean Jadi Olahraga Laki-Laki Hebat

04/01/2008 - 18:12


Keindahan Pulau Lombok, ditambah kekayaan budaya tak diherankan telah mampu menyihir wisatawan, baik domestik atau pun mancanegara untuk menyambangi. Peresean adalah salah satu kebudayaan asli Pulau Seribu Masjid. Apa pesan dibalik Peresean ?
Dua orang pria bersarung menggunakan ikat kepala, tanpa menggunakan baju telah siap di medan pertempuran. Keduanya dibekali perisai dari kulit yang dalam bahasa Sasak disebut ende, dan penjalin (rotan) sebagai alat pemukul. Mereka adalah pepadu atau pemain peresean. Keduanya siap saling serang dan saling memukul. Sebab peresean sendiri adalah kegiatan budaya asli Lombok, yang dimainkan untuk beradu kekuatan. Para pemain saling mencari kelemahan lawan. Kena sabetan penjalin hingga lecet memang sudah menjadi konsekuensi. Jangankan hanya lecet, para pepadu juga harus siap mengalami bocor di kepalanya. Karena bocor tidaknya lawan merupakan penentu kemenangan.
Para orang tua pada jaman dulu menghajatkan peresean ini untuk meminta hujan. Darah para pepadu yang jatuh ke tanah dikatakan simbol akan terkabulkannya permohonan turunnya hujan. Peresean sendiri dikatakan telah ada sejak ratusan tahun silam yang muncul pada zaman kerajaan Lombok. Dulunya, para petinggi kerajaan menggelar peresean untuk menarik orang datang ke kerajaan.
Dan memang terbukti, begitu kegiatan ini digelar masyarakat yang merasa memiliki kekuatan lebih menunjukkan kebolehannya menjadi pepadu. Ternyata, menjadi pepadu juga tidak bisa sembarangan. Karena seseorang harus memiliki spiritual tinggi untuk mendapatkan ilmu kebal melalui pertapaan, serta harus memiliki budi pekerti tinggi.
Seiring perkembangan zaman, peresean dijadikan sebagai permainan rakyat yang lebih identik dengan olah raga laki-laki. Sebab olahraga satu ini betul-betul menuntut sportifitas pemain. Maksudnya, mengalami luka sabetan sampai bocor sekalipun tidak bisa menyulut dendam antar pemain. Bahkan sampai saat ini belum ada peresean yang menyebabkan keributan antar kelompok masyarakat.
“Karena peresean memang olahraga yang benar-benar sportif dan menunjukkan kehebatan,” kata H Jalaluddin Arzaki salah seorang budayawan di Mataram, Nusa Tenggara Barat.


Saking ingin membuktikan kehebatan, para pemain peresean juga tidak boleh menggunakan baju dan sarung di bawah lutut. Hal itu dimaksudkan untuk lebih mudah mengetahui sabetan pemukul lawan. Waktu memukul pun ada aturan khusus, yakni tidak boleh memukul bagian tubuh dari pangkal paha ke bawah.
Kata Miq Jalal, panggilan akrab Jalaluddin Arzaki, untuk menjaga keamanan saat bertanding, pepadu juga melengkapi diri dengan memakai bebadong (jimat) untuk mengebalkan tubuh. Kini peresean hanya digelar sesekali saja pada saat-saat tertentu, seperti saat perayaan maulid dan hari-hari besar nasional. Itupun tidak serutin beberapa puluh tahun silam. Namun dia yakin, permainan budaya satu ini tidak akan lekang termakan zaman, kendati modernisasi kian mewarnai tanah Lombok.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar